KONSEP DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN MANUSIA

Notes: Apabila mengambil tulisan mohon dimasukkan sumber penulisnya sesuai dengan kaidah atau melalui mekanisme penulisan seperti di contoh sumber berikut ini: https://trimongalah.wordpress.com/2013/10/25/apabila-ingin-meng-copy-paste-tulisan-saya-mohon-di-baca-petunjuk-di-sini

Didit Susiyanto, S.Sos, M. Kesos

Pembangunan manusia, dalam terminologi pembangunan di Indonesia bukanlah suatu hal yang baru. Dalam berbagai dokumen perencanaan pembangunan maupun retorika politik pembangunan, hal tersebut sering dijumpai dalam berbagai kesempatan. Namun demikian, selama enam Repelita, pembangunan manusia kurang mendapatkan perhatian yang memadai. Kini, setelah derasnya arus reformasi dan tuntutan krisis tak lagi dapat terbendung, banyak orang kembali mengangkat issue tentang hakekat pembangunan yang selama ini dilaksanakan, yang konon tidak terpusat pada manusia sebagaimana dikehendaki oleh paradigma baru pembangunan manusia. Adanya reorienstsi kebijakan dan strategi pembangunan, di pusat dan daerah, yang lebih terpusat pada “manusia” menjadi tuntutan dan sekaligus suatu kebutuhan nyata pembangunan saat ini. Dalam konteks issue pembangunan manusia tersebut, tulisan pada bab ini akan lebih difokuskan pada uraian mengenai konsep global pembangunan manusia, kecenderungan arah kebijakan strategis dalam konteks pembangunan daerah.

Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia, menurut UNDP, didefinisikan sebagai suatu proses yang ditujukan untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (people). Dalam konsep ini, penduduk (manusia ) sebagai tujuan akhir (the ultimate end) dan upaya pembangunan itu sendiri sebagai sarana utama (principal means) dalam rangka mencapai tujuan itu.

Paradigma pembangunan manusia melihat bahwa usaha peningkatan kualitas manusia memiliki nilai intrinsik, dalam arti, sebagai tujuan pada dirinya sendiri. Prespektif ini berbeda dengan pembangunan sumberdaya manusia, yang menempatkan manusia sebagai sumber atau input pembangunan dan melihat kualitas manusia sebagai sarana (means) untuk menghasilkan pendapatan. Sebagai paradigma pembangunan yang holistik, pembangunan manusia memandang program pembangunan yang dirancang, seharusnya bercirikan “of, for and by people”. Maksud dari ciri-ciri ini adalah sebagai berikut: Pertama, tentang penduduk (of people), yakni pemberdayaan penduduk yang diupayakan melalui investasi bidang-bidang pendidikan kesehatan, dan pelayanan sosial dasar lainnya; kedua, untuk penduduk (for people), yakni pemberdayaan penduduk yang diupayakan melalui penciptaan peluang kerja dan perluasan peluang berusaha (dengan cara memperluas kegiatan ekonomi suatu wilayah); ketiga, oleh penduduk (by people), yakni pemberdayaan penduduk yang dapat meningkatkan harkat dan martabat melalui partisipasi dalam pengambilan keputusan di segala bidang. Dalam hal ini berarti menyangkut pengambilan keputusan dalam proses pembangunan.

Untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut, empat hal pokok yang perlu diperhatikan, yaitu: produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan. Keempat hal ini, saling tertkait, dan menjadi penentu dalam perumusan kebijakan pembangunan manusia (dalam arti yang luas).

Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih luas dibandingkan dengan teori-teori pembangunan ekonomi yang konvensional termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumberdaya manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP). Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagi suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.

Namun demikian, pembangunan ekonomi atau lebih tepat pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat bagi tercapainya pembangunan manusia, karena dengan pembangunan ekonomi akan meningkatkan produktivitas dan peningkatan pendapatan melalui penciptaan kesempatan kerja. Menurut UNDP (1996) hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi bersifat timbal balik seperti disajikan pada Gambar 1. Artinya, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi pembangunan manusia. Arah panah bawah-atas menegaskan arti penting pertumbuhan ekonomi terhadap pembangunan manusia. Oleh karena itu, sukar dibayangkan ada suatu negara yang dapat menjalankan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tanpa pertumbuhan ekonomi yang memadai. Arah panah atas-bawah yang merupakan asumsi dasar pendekatan SDM merupakan penegasan adanya alasan ekonomis (economic reasons) dari pembangunan manusia yang keabsahannya terus ditunjang oleh bukti-bukti empiris.

Namun demikian, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Artinya, banyak negara (atau wilayah) yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat tanpa diikuti oleh pembangunan manusia yang seimbang. Sebaliknya, banyak pula negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang sedang, tetapi terbukti dapat meningkatkan kinerja pembangunan manusia secara mengesankan. Bukti empiris ini tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak penting bagi pembangunan manusia. Pertumbuhan ekonomi justru merupakan sarana utama bagi pembangunan manusia, terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan yang tidak otomatis ini sesungguhnya merupakan tantangan bagi pelaksana pemerintahan untuk merancang kebijakan yang mantap, sehingga hubungan keduanya saling memperkuat terlebih di era otonomi daerah sekarang ini.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia berlangsung melalui dua macam jalur (Gambar 1). Jalur pertama melalui kebijaksanaan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini, faktor yang menentukan prioritas adalah pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran itu merupakan indikasi besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia. Dalam hal ini, faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggotanya, untuk biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa.

Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga, hubungan antara kedua vaiabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting karena sesungguhnya, penciptaan lapangan kerja merupakan “jembatan utama “ yang mengkaitkan keduanya (UNDP,1996:87).

Hubungan atas bawah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia pada Gambar 1 adalah jelas. Melalui upaya pembangunan manusia kemampuan dasar dan ketrampilan tenaga kerja termasuk petani, pengusaha, dan manajer akan meningkat. Selain itu, pembangunan manusia akan mempengaruhi jenis produksi domestik, kegiatan riset dan pengembangan teknologi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi komposisi output dan ekspor suatu negara. Kuatnya hubungan timbal balik antara pertumbuhan dan pembangunan manusia juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan pemerintah, distribusi sumberdaya swasta dan masyarakat, modal sosial, LSM, dan organisasi kemasyarakatan

Faktor kelembagaan pemerintah jelas peranannya karena keberadaannya sangat menentukan implementasi suatu kebijakan publik. Faktor distribusi sumber daya juga jelas karena tanpa distribusi sumber daya yang merata (misalnya dalam penguasaan lahan atau sumberdaya ekonomi lainya) hanya akan menimbulkan frustasi masyarakat. Faktor modal sosial menegaskan arti penting peranan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Inti dari modal sosial secara sederhana bisa didefinisikan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka (Fukuyama, 2002: vii). Jika para anggota kelompok itu mengharapkan anggota-anggota yang lain akan berperilaku jujur dan dapat dipercaya, maka mereka akan saling mempercayai. Kepercayaan ibarat pelumas yang membuat jalannya kelompok atau organisasi menjadi lebih efisien.

Gambar 3.

Pembangunan Manusia Indonesia Seutuhnya

Pembangunan nasional Indonesia sesungguhnya menurut GBHN yang kemudian diterjemahkan ke dalam Repelita adalah pembangunan yang menganut konsep yang menghendaki peningkatan kualitas hidup penduduk baik secara fisik, mental maupun spiritual. Bahkan, secara eksplisit disebutkan bahwa pembangunan yang dilakukan menitikberatkan pada pembangunan sumber daya manusia secara fisik dan mental yang mengandung makna adanya peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan yang berkelanjutan.

Azas pemerataan sebagai salah satu dari Trilogi pembangunan yang akan diimplementasikan dalam berbagai program pembangunan, adalah salah satu prinsip pembangunan manusia. Melalui strategi delapan jalur pemerataan, kebijakan pembangunan mengarah pada pemihakan terhadap kelompok penduduk yang tertinggal. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas fisik dan mental penduduk dilakukan pemerintah melalui pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan yang program pembangunannya dirancang untuk memperluas jangkauan pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar. Di sektor ekonomi, azas pemerataan yang diimplementasikan antara lain adalah skema kredit untuk petani berupa Kredit Usaha Tani (KUT), yang diperkirakan memberikan pengaruh yang besar oleh karena sektor pertanian menyerap tenaga kerja terbanyak. Selain itu juga upaya pemberdayaan dilakukan dengan memberikan kredit untuk melakukan uasaha bagi penduduk miskin melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan pendukungnya (P3DT) program Kukesra dan Takesra, Program Pengembangan Kecamatan (PPK).

Penciptaan kesempatan kerja dan kesehatan ditempuh secara makro ekonomi melalui jalur pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Ini karena dengan tumbuhnya kesempatan kerja dan berusaha akan memungkinkan peningkatan pendapatan penduduk yang secara nyata. Pada akhirnya akan mengurangi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hal ini merupakan jembatan utama dalam meningkatkan prinsip pemberdayaan.

Pembangunan bidang sosial yang sangat mengesankan adalah upaya pengendalian jumlah penduduk melalui program keluarga berencana. Upaya ini secara nyata telah berhasil menurunkan angka kelahiran hingga setengahnya yang kemudian berpengaruh pada pengurangan laju pertambahan penduduk. Dari sudut pandang pembangunan, keberhasilan mengurangi laju pertambahan penduduk, dalam konteks Indonesia, sesungguhnya merupakan upaya yang akan mempercepat terjadinya peningkatan kualitas hidup, oleh karena bagian terbesar penduduk Indonesia ditinjau dari pelbagai indikator sosial berada pada tingkatan kualitas yang masih rendah.

Indeks Pembangunan Manusia: Pengukuran Pencapaian Pembangunan.

Pembangunan manusia mencakup dimensi yang sangat luas. Upaya membuat pengukuran pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah harus dapat memberikan gambaran tentang dampak dari pembangunan manusia bagi penduduk dan sekaligus dapat memberikan gambaran tentang persentase pencapaian terhadap sasaran ideal. Indeks pembangunan manusia (IPM) merupakan indikator komposit tunggal yang walaupun tidak dapat mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, tetapi mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar (basic capabilities) penduduk. Ketiga keamampuan dasar tersebut, yaitu: umur panjang dan sehat yang ditujukan untuk mengukur peluang hidup, berpengetahuan dan berketrampilan, serta akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak.

Mengingat IPM dimaksudkan untuk mengukur dampak dari upaya peningkatan kemampuan dasar tersebut, dengan demikian menggunakan indikator dampak sebagai komponen dasar penghitungannya, yaitu angka harapan hidup waktu lahir, pencapaian pendidikan yang diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta pengeluaran konsumsi. Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan, yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang mencapai standar hidup layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.

Karena hanya mencakup tiga komponen itu, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realita kompleks, yang tercermin dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisa yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan dan pemerataan antar generasi.

Selain itu, IPM merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli, yang dalam kasus Indonesia sudah sangat merosot akibat krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Krisis ekonomi dan moneter tersebut berdampak pada menurunnya tingkat pendapatan yang diakibatkan banyaknya PHK dan menurunnya kesempatan kerja yang kemudian diperparah oleh tingkat inflasi yang tinggi selama tahun 1997-1998. Menurunnya kesempatan kerja dalam konteks pembangunan manusia, merupakan terputusnya jembatan yang menghubungkan antara pertumbuhan ekonomi dengan upaya peningkatan kapasitas dasar penduduk.

Dampak dari krisis pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli dan ini juga berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk.

Kegunaan IPM

Sebagai ukuran komposit tunggal, IPM (antara 0-100) merupakan tingkatan status pembangunan manusia di suatu wilayah yang kemudian akan berfungsi sebagai patokan dasar perencanaan jika dibandingkan dengan antara waktu untuk memberikan gambaran kemajuan setelah suatu periode, atau antara wilayah untuk memberikan gambaran tentang tingkat kemajuan suatu wilayah relatif terhadap wilayah lain. Untuk lebih memberikan petunjuk tentang status pembangunan manusia di suatu wilayah, sebagai alat ukur kompleks, IPM harus dikaitkan dengan setiap indikator komponennya dan berbagai indikator lain yang relevan.

Dalam perencanaan, pemanfaatan IPM terbatas hanya sebagai patokan dasar. Oleh karena itu, titik perumusan keijakan yang lebih terarah, suatu kajian tentang pembangunan manusia perlu dilakukan di suatu wilayah untuk memberikan petunjuk yang lebih jelas tentang arah kebijakan pembangunan di masa datang. Analisis situasi pembangunan manusia ini dapat dibuat dengan memanfaatkan indikator-indikator pembangunan manusia (untuk file modul data basis), yang juga dihitung bersamaan dengan IPM di setiap kabupaten/kotamadya.

Kebijakan Pembangunan Manusia

Melalui pemahaman yang mendalam atas konsep pembangunan manusia, penting kiranya bagi para perencana pembangunan untuk melihat keseluruhan permasalahan dan kebutuhan pembangunan secara komprehensif, sehingga dapat merumuskan kebijakan yang tepat untuk menyelenggarakan pembangunan manusia di daerah. Kebijakan yang tepat dalam pembangunan manusia, dapat disusun dari mulai proses analisis pembangunan manusia, hingga impliksinya terhadap strategi intervensi dan kebutuhan program-program yang berwawasan pembangunan manusia.

Sesuai dengan konsep global pembangunan manusia sebagaimana diuraikan di depan, maka kebijakan pembangunan manusia dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, kebijakan pembangunan manusia haruslah diupayakan pada upaya:

  1. Meningkatkan produktivitas. Setiap penduduk harus ditingkatkan kemampuannya untuk dapat secara kreatif dan mandiri menciptakan pekerjaan, dan atau sumber-sumber pendapatan yang memungkinkannya untuk dapat hidup layak. Pemerintah, dalam hal ini, dapat menciptakan iklim yang kondusif guna mendukung upaya tersebut. Berkaitan dengan ini, pendidikan (formal maupun non formal) dan kesehatan menjadi aspek penting perlu mendapatkan prioritas.
  2. Meningkatkan pemerataan Dalam upaya meningkatkan kemampuan produktivitas tersebut, setiap penduduk harus memiliki kesempatan yang sama dan akses terhadap semua sumber daya ekonomi dan sosial yang ada. Berbagai kebijakan pembangunan yang berwawasan pembangunan manusia, senantiasa berorientasi pada pemerataan dan hendaknya tidak diskriminatif. Setiap penduduk, laki-laki ataupun perempuan, dari kota maupun desa, dan pokoknya siapapun agar diupayakan memperoleh kesempatan dan akses yang sama secara proporsional. Bebagai kemudahan (akses) harus diciptakan, baik ekonomi maupun sosial, kepada setiap penduduk. Dalam hal ini, semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan yang meningkatkan kualitas hidup.
  3. Meningkatkan kesinambungan. Pemberian akses terhadap sumberdaya ekonomi dan sosial, harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi sekarang, tetapi harus dipikirkan juga untuk generasi-generasi mendatang. Semua sumberdaya (fisik, manusia, dan lingkungan) jangan sampai habis atau rusak, namun harus selalu diperbaharui. Kebijakan pembangunan ke depan, memberikan prioritas pada upaya untuk menerapkan konsep pembangunan berwawasan lingkungan secara tepat dan meluas.
  4. Meningkatkan pemberdayaan. Penduduk harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan dan proses yang akan menentukan (membentuk) kehidupan mereka. Penduduk harus diberikan kesempatan dalam mengambil manfaat dari proses pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan harus “oleh” penduduk dan bukannya hanya “untuk“ penduduk/mereka. Dalam hal ini, kebijakan pembangunan manusia harus senantiasa diarahkan kepada upaya untuk mendorong dan menemukan dan mengenali permasalahannya sendiri, mengatasi sendiri dan untuk mereka sendiri dalam batas kemampuannya. Kebijakan mendatang, dalam pembangunan manusia, harus diarahkan pada proses pemberdayaan masyarakat. Berbagai program pemberdayaan masyarakat yang akhir-akhir ini digulirkan, dengan demikian menjadi sangat relevan.

Kedua, untuk dapat mempromosikan dan mengoperasionalkan pembangunan manusia dalam langkah nyata di seluruh daerah, Ditjen Bina Pembangunan Daerah bekerjasama dengan BPS, menetapkan kebijakn sebagai berikut:

  1. Melakukan advokasi pembangunan manusia, guna menyebarluaskan pemahaman mengenai hakekat pembangunan yang terpusat pada manusia.
  2. Melakukan simplifikasi dari pembangunan manusia yang berdimensi luas dengan memunculkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebagai ukuran pembangunan, baik untuk keperluan advokasi, evaluasi, maupun perencanaan dan perumusn kebijakan pembangunan di daerah.
  3. Menyiapkan metodologi penyusunan laporan pembangunan manusia (LPM) dan analisa situasi pembangunan manusia (ASPM) untuk digunakan daerah, sebagai basis penyusunan kebijakan pembangunan manusia sesuai dengan permasalahan masing-masing daerah melalui pendekatan regional. (Untuk ini dapat dibaca buku petunjuk penyusunan LPM , Ditjen Bangda,1998)
  4. Menyiapkan penyusunan IPM level kabupaten/kota, sebagai alat evaluasi kinerja pembangunan kabupaten/kota dalam skala nasional.

Kesimpulan

Pembangunan manusia memiliki dimensi yang sangat luas dan cenderung kompleks. Simplifikasi dari kompleksitas ini, diwujudkan dengan menampilkan IPM sebagai ukuran pembangunan yang komprehensif, yang akan dioptimumkan pemanfaatannya dalam evaluasi pembangunan, alat advokasi, maupun perumusan kebijakan perencanaan pembangunan daerah.

Kebijakan pembangunan pada masa mendatang akan sangat dipengaruhi oleh paradigma pembangunan manusia yang saat ini sedang berkembang, sejalan dengan berkembangnya tuntutan reformasi dan situasi krisis. Kebijakan pembangunan manusia yang responsif, harus memperhatikan 4 hal pokok, yaitu peningkatan produktivitas penduduk, pemerataan kesempatan untuk setiap penduduk, kesinambungan untuk generasi mendatang, dan pemberdayaan masyarakat.

* Bahan tulisan ini berasal dari makalah yang saya sampaikan pada Pelatihan Indeks Pembangunan Manusia, Propinsi Jawa Timur, tanggal 30 Agustus-4 September 2011, di Surabaya yang diselenggarakan oleh Bappeda Jatim.